Penulis: Habiburrahman El - Shirazy
Saat dia tidak kunjung mendapatkan
jodoh di usia yang sudah terlalu matang bagi ukuran wanita Indonesia. Sebuah
usia yang bagi masyarakat umum adalah aib dan 'berhak' mendapat predikat
perawan tua jika belum mempunyai pendamping hidup.
Segudang
penyesalan ia gumamkan, terutama kenapa dahulu dia lebih memilih untuk menempuh
pendidikan S-2 terlebih dahulu daripada memikirkan tentang perkawinan. Dan saat
ini, ketika dia mulai berharap untuk membina rumah tangga.
Dia dihadapkan pada sebuah pilihan
sulit ketika orang-orang yang melamarnya sama sekali tidak bisa menyentuh
hatinya. Sebuah pilihan, apakah dia harus mencari cinta sejati ataukah menerima
begitu saja pria yang melamarnya dengan mengabaikan cinta disisi lain. Novelet
ini, tentu saja juga dibumbui dengan intrik-intrik dunia pendidikan yang seakan
mendobrak persepsi awam tentang 'kesucian' bidang ini.
Intrik yang mencoba menyampaikan pesan
bahwa cinta, iri, dan dengki, tidak terbatas oleh sekat institusi. Selain juga
berusaha untuk 'membumikan' kembali dunia pendidikan pada porsi yang
seharusnya.
terlepas dari itu, novelet ini tetap
menyelipkan pesan moral sebagai sebuah intisari. bahwa pepatah jawa "becik
ketitik olo kethoro" (perbuatan baik akan diketahui, perbuatan buruk
juga akan tampak). masih sangat relevan untuk di kontekstualisasikan dalam
setiap sendi kehidupan, bahkan untuk sekarang.